SURABAYA-Momen penerimaan peserta didik baru adalah peristiwa yang berlangsung berulang-ulang, sehingga diharapkan persoalan yang muncul bisa diatasi karena belajar dari problem-problem yang sudah ada.
Pemerhati Pendidikan dan Perlindungan Anak di LPA Jawa Timur mengatakan, bahwa penerimaan peserta didik baru sejak diberlakukannya UU 23 tahun 2014 terjadi pembahagian kewenangan dalam penanganan pendidikan. Pendidikan menengah atas menjadi kewenangan provinsi sedang pendidikan dasar menjadi kewenangan kabupaten/kota.
Pasca diterbitkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur kewenangan mengelola pendidikan menengah (SMA/SMK) dan pendidikan khusus dari pemerintah kabupaten/kota (pemkab/kota) ke pemerintahan provinsi (pemprov), karenanya banyak daerah mulai meningkatkan perannya dalam pendidikan-khususnya pendidikan menengah.
“Dalam undang-undang tersebut, pada hal pendidikan dijelaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah mengelola pendidikan menengah naik level menjadi tanggung jawab pemprov. Dengan demikian, pemkab/kota difokuskan mengelola pendidikan dasar dan menengah pertama. Peraturan ini diterbitkan pada tahun 2016,” kata Isa Ansori, Jumat (24/3/2023).
Isa menjelaskan, sebagaimana yang diatur dalam Permendikbud No 51 / 2018 bahwa PPDB dan kemudian diperjelas lagi melalui SE Kemendikbud No. 7978 / A5 / HK. 04.01 / 2023 bahwa seleksi PPDB menggunakan jalur Zonasi, Affirmasi dan Prestasi. Jalur Zonasi diberi kuota 90 persen.
“Zonasi 90 persen itu lalu dibagi menjadi zonasi murni 50 persen, prestasi akademi 30 persen dan mitra warga 20 persen. Zonasi dengan model yang mengacu pada permendikbud tersebut ternyata juga menyisakan beberapa masalah, diantaranya anak-anak yang kemampuannya terbatas dan berada di wilayah yang jauh dari sekolah yang diharapkan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, mengacu pada UUPA sebagai kepentingan terbaik anak dan komitmen Surabaya menjadi Kota Layak Anak Nasional dan Dunia, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya bisa membuat terobosan baru dengan melakukan redefinisi tentang PPDB Zonasi. Terobosan itu bisa dilakukan dengan membuat pembagian dua zonasi dalam satu kawasan, kawasan itu bisa berisi beberapa kecamatan.
“Zonasi satu mempertimbangkan wilayah peserta didik dalam satu kawasan dengan sekolah dan zonasi dua mempertimbangkan kelompok tengah yang selama tidak terafirmasi, yang kemampuannya di tengah baik secara ekonomi maupun prestasi namun tempat tinggalnya jauh dari sekolah meski berada didalam kecamatan yang berada dalam satu kawasan yang sama. Zonasi satu diberikan kuota 35 persen dan zonasi dua diberi kuota 15 persen,” terangnya.
Dengan demikian, Isa Ansori yang bergerak dalam pendidikan dan perlindungan anak menilai, bahwa cara tersebut lebih menggambarkan visi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang akan mewujudkan Surabaya sebagai kota yang maju, humanis dan berkelanjutan.
“Komitmen Wali Kota Surabaya (Eri Cahyadi) terhadap perlindungan anak dan kepentingan terbaik anak tentu tidak diragukan. PPDB dengan redifinisi zonasi dan pembagian zona dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak tanpa melanggar apa yang menjadi ketentuan dalam Permendikbud No 51 / 2018, akan menjadi bukti bahwa Surabaya memang kota yang layak terhadap anak dan menjadi Surga nya anak-anak,” pungkasnya. (irm)