SURABAYA-Tanah dan bangunan di Jalan Kenjeran, nomor 340A, Surabaya akhirnya berhasil dieksekusi. Eksekusi itu dilakukan Rabu, 6 Maret 2024 pagi, pukul 09.30. Walau dalam prosesnya, juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sempat mendapat hadangan sekelompok massa.
Termohon Eksekusi juga sempat meletakkan dua truk tronton di depan bangunan yang akan dieksekusi. Alhasil, petugas PN Surabaya yang didampingi TNI dan Polisi yang hadir kesulitan untuk masuk. Namun, petugas akhirnya membuka paksa pintu gudang.
Setelah berjalan cukup alot dan sempat terjadi saling dorong, juru sita akhirnya berhasil masuk ke dalam bangunan.
“Kami berhasil masuk setelah melinggis pintu besi gerbang gudang. Kami berhasil masuk setelah 1 jam melakukan negosiasi dengan pihak termohon. Termohon eksekusi menolak eksekusi karena merasa telah membeli tanah dan bangunan tersebut secara benar dan sedang ada gugatan perlawanan,” kata Ferry, juru sita PN Surabaya.
Tindakan eksekusi itu dilakukan berdasarkan penetapan nomor 30/EKS/2023/PN Sby Jo. nomor 155//Pdt.G/2019/PN Sby Jo. Nomor 596/PDT/2020 PT Sby Jo. nomor 1510 K/Pdt/2022.
Sementara itu, Satria Ardyrespati Wicaksana yang juga didampingi oleh Beryl Cholif Arrachman dan May Cendy selaku tim kuasa hukum Enny Widjaja dan Ratna Widjaja dari kantor hukum Johanes Dipa Widjaja selaku pemohon eksekusi mengatakan, eksekusi yang dilakukan telah jelas dasar hukumnya.
“Jadi kita tidak melakukan eksekusi ini secara ilegal. Karena kami melaksanakan eksekusi berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Karena sudah terbukti di persidangan di tingkat PN, tingkat banding, sampai tingkat kasasi. Bahwa semua menyatakan obyek ini milik sah klien kami yaitu milik Wijaja,” jelasnya.
Jika ada upaya gugatan perlawanan eksekusi dan PK, hal itu tidak menangguhkan proses eksekusi. “Jadi eksekusi ini bisa tetap dijalankan, terlebih lagi eksekusi ini kan lanjutan setelah adanya eksekusi pertama kemarin,” terangnya.
Beryl Cholif Arrachman, yang juga kuasa hukum pemohon menambahkan, gugatan perlawanan dan upaya hukum PK merupakan alasan klasik untuk menunda proses eksekusi.
“Justru kalau eksekusi dihalang-halangi itu adalah tindakan perlawanan hukum. Ada ancaman pidananya. Forumnya sekarang bukan bahas soal materi, materi hanya di pengadilan,” katanya.
Sebagai penutup, May Cendy mengucapkan terimakasih kepada Pihak PN Surabaya, Aparat Kepolisian dan TNI yang telah membantu dalam terlaksananya Eksekusi tersebut hingga selesai. (hfn/irm)