SURABAYA-Terkait permasalahan atau polemik administrasi sejumlah penghuni di apartemen Bale Hinggil, pihak pengembang memberikan hak jawab lewat konferensi pers Direktur Tata Kelola Sarana Emeraldo Muhammad Elsyaputera didampingi Gumilang Raka Siwi direktur Tlatah Gema Anugerah di Resto Joss Gandos Jl. Jemursari, Surabaya, Selasa (24/12/2024) siang.
Direktur Tata Kelola Sarana Emeraldo Muhammad Elsyaputera menyampaikan terkait pemutusan secara sepihak fasilitas dasar dari pengelola Apartemen Bale Hinggil (ABH) kepada pemilik unit bukanlah keputusan sepihak.
Setiap jual beli sesuatu, selalu ada Perjanjian jual beli, yang dimana itu ada Hak dan Kewajiban masing – masing yang sudah disepakati bersama tanpa ada pemaksaan tentunya.
“Apabila ada kewajiban yang belum dipenuhi, maka hak nya pun juga tidak bisa untuk dipenuhi. Dimana para pemilik yang sudah menikmati dan memanfaatkan, serta menggunakan unit, harusnya pun jika sudah sebagaimana mestinya, warga juga harus mengikuti karena memiliki kewajiban. Jadi, Kami sudah melakukan SOP yang berlaku antara kedua belah pihak,” ujarnya.
Soal informasi terkait pembayaran PBB tidak membayar menunggak hingga 6 Miliyar, Emeraldo Muhammad Elsyaputera sebut Itu tidak berdasarkan fakta. Tidak dipungkiri gelombang covid melumpuhkan sektor keuangan dalam pengelolaan ABH, ditambah kenaikan Service Charge yang sudah tersosialisasi tidak diterima pada sebagian penghuni yang berdampak tersendatnya cash flow income ABH.
Di sisi lain terdapat banyak skala prioritas yang harus di prioritaskan dan brimbas, kesulitannya ABH dalam pembayaran PBB yang harus dibayarkan. Namun dengan memegang teguh prinsip wajib pajak yang prinsipnya wajib membayarkan pajak.
“Maka kami dari PT TGA sebagai pengelola ABH, dari tahun 2020, yang dimana saat itu masih masa covid dengan ekonomi lumpuh, berusaha membayarkan pajak beserta dendanya dengan cara mencicil minimum Rp. 50.000.000,00 ( lima puluh juta rupiah ) perbulan nya sebagai bentuk tanggung jawab kami terhadap wajib pajak, dan maka dari itu pemberitaan yang mengatasnamakan PT TGA tidak melakukan kewajiban dalam pembayaran pajak tidaklah benar dan tudingan tidak tepat,” katanya.
Selain itu, lanjutnya permasalahan tentang kepemilikan Sertifikat Hak Milik Atas Rumah Susun (SHMRS) dijelaskan bahwa proses penerbitan SHMRS pada rumah susun berbeda dngan rumah tapak, jika pada kasus rumah tapak, maka dari sertifikat HGB langsung di split menjadi SHM dan Balik Nama. Jika pada kasus Rumah Susun itu berbeda. Harus bisa menyelesaikan Sertifikat Layak Fungsi atau SLF.
Tetapi untuk menuju SLF yang sudah dimulai prosesnya dari 2019 ini, ada prosedur yang cukup panjang dan membutuhkan waktu. Dari SLF ini maka dilanjutkan gambar pertelaan, per meter, per senti, per mili yang harus persisi. Proses pertelaan ini tidak bisa dilakukan secara parsial dengan pembangunan – pembangunan. Karena harus ada proses pengecekan, tinjau lokasi, dimana gambar pertelaan harus juga di cek dengan kondisi eksisting real bangunan. Ketika ada kondisi berbeda dengan gambar pertelaan, maka harus merevisi.
“Jadi harus diselesaikan dulu pembangunannya, baru proses pertelaan. Itulah kenapa yang menyebabkan di seluruh rumah susun Indonesia, proses sertifikasi membutuhkan waktu lama. Setelah pertelaan itu terbit, maka dilanjutkan kepada Split atau terbitlah SHMRS. Dari semua proses tersebut, maka membutuhkan waktu yang cukup lama karena prosedur administratif yang harus dilalui,” ungkapnya.
Selain itu, Emeraldo menyampaikan tentang alur prosedur panjang dalam terbitnya SHMRS, proses saat ini sudah sampai pada pertelaan. Dimana proses ini dilakukan secara detail dan tidak bisa parsial. Secara garis besar, Developer akan tetap bertanggung jawab kepada apapun itu kewajibannya.
“Terkait timeline, jika kita memberi janji, maka akan menjadi sanksi. Karena proses ini bersifat dinamis, yang sewaktu waktu bisa berubah dan berkembang, maka kami tidak bisa memberikan timeline yang pasti. Justru akan menjadi boomerang bagi kami. Namun, tetap kami upayakan secepatnya dan semaksimal mungkin,” pungkasnya. (irm)