SURABAYA-Sinyal kemungkinan dicabutnya status Daftar Pencarian Orang (DPO) dan pencekalan terhadap Mia Santoso, pemilik PT Prima Global Baverindo (PGB), mulai mencuat usai putusan perkara impor minuman beralkohol ilegal di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Namun, langkah ini memunculkan sejumlah tanda tanya besar, terlebih alasan sakit yang diklaim Mia Santoso dinilai tak transparan.
Mia Santoso hingga kini masih berstatus buron setelah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Bea Cukai. Sementara itu, salah satu pegawainya, Dominikus Dian Djatmiko, yang berposisi sebagai penjaga gudang, sudah divonis 2,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim.
Kepala Seksi Penindakan Bea Cukai Sidoarjo, Susatyo, mengisyaratkan bahwa status DPO Mia bisa saja berakhir karena proses persidangan telah selesai dan Mia masih berstatus sebagai saksi.
“Sepertinya sih, kaitannya dengan kasus ini seharusnya sudah selesai, sudah putus,” ujar Susatyo saat ditemui di kantor Bea Cukai Juanda, kepada awak media baru-baru ini.
Meski demikian, Susatyo menyebutkan bahwa kasus peredaran minuman keras ilegal ini masih bisa dibuka kembali apabila Mia bersedia memberikan keterangan secara langsung.
“Kalau ada itikad baik dari yang bersangkutan untuk memberikan keterangan, ya kita bisa buka lagi dan perdalam kasus ini,” tambahnya.
Sebelumnya, pengacara Mia Santoso menyampaikan bahwa kliennya tidak dapat memenuhi panggilan penyidik karena sedang menjalani pengobatan kanker stadium lanjut di Jepang. Bahkan disertakan pula surat keterangan dari rumah sakit berbahasa Jepang, meski dokumen tersebut tidak pernah ditunjukkan secara terbuka kepada media.
“Lewat pengacaranya, ada surat rumah sakit, semuanya dalam bahasa Jepang. Waktu itu, kalau tidak salah, proses penyidikan sudah P-21. Karena tiga kali kita panggil tidak datang, kita tetapkan DPO dan cekal,” kata Susatyo.
Namun, klaim tersebut diragukan publik. Selain tidak adanya bukti fisik yang ditunjukkan, Mia diketahui masih aktif memberikan komentar ke media lokal dan mengaku melakukannya via sambungan seluler dari Jepang.
Terpisah, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Tanjung Perak,
Ananto Tri Sudibyo, S.H., M.H., menegaskan bahwa status DPO tidak bisa dicabut secara sembarangan.
“Ada prosedur hukum yang harus dipenuhi, termasuk permohonan resmi dengan alasan dan bukti yang dapat diverifikasi. Tidak bisa begitu saja dicabut,” tegas Ananto.
Dengan berbagai keraguan yang mengemuka, publik kini menantikan langkah tegas aparat dalam memastikan penegakan hukum berjalan adil tanpa tebang pilih. (tim)