Surabaya,Seputarindonesia.net – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak memberikan klarifikasi resmi menanggapi isu penyimpangan penanganan perkara narkotika yang santer beredar di media sosial, khususnya platform TikTok. Setelah melakukan pemeriksaan internal, Kejari memastikan tidak ada penyimpangan, namun justru menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana penipuan oleh oknum yang mengaku ‘makelar kasus’ dan menduga serangan masif di media sosial sebagai bagian dari upaya “Corruption Fight Back.”
Perkara yang menjadi sorotan adalah kasus tindak pidana narkotika dengan terdakwa ABD SAKUR Bin MAT HARI (Perkara Nomor 1455/Pid.Sus/2025/PN Sby) yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Terdakwa terbukti menjadi perantara jual beli Narkotika Golongan I dengan berat lebih dari 5 gram, melanggar Pasal 114 ayat (2) UU RI No 35 Tahun 2009.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dewi Kusumawati, S.H. menuntut terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Pada 20 Agustus 2025, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan putusan sedikit lebih ringan, yakni pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Bongkar Penipuan ‘Makelar Kasus’
Kepala Seksi Intelijen Kejari Tanjung Perak menyatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan internal, tidak ditemukan adanya dugaan penyimpangan. Tuntutan dan putusan dinilai telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Namun, pemeriksaan justru mengungkap adanya indikasi tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh oknum yang mengaku perantara (makelar kasus) kepada keluarga terdakwa.
”Oknum ini telah meminta uang sebesar Rp 100 juta dari keluarga terdakwa dengan modus dapat membantu meringankan hukuman melalui komunikasi dengan JPU. Fakta menunjukkan, oknum tersebut sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan JPU yang bersangkutan,” jelasnya.
Setelah putusan dijatuhkan dan keluarga mengetahui tidak ada keringanan, oknum tersebut diketahui telah menghabiskan uang tersebut untuk kepentingan pribadi. Lebih lanjut, oknum itu bahkan melakukan upaya intimidasi dan penjebakan terhadap JPU melalui pesan singkat, membuat narasi seolah-olah JPU meminta uang Rp 500 juta dan terjadi transaksi penyimpangan.
Dugaan Kampanye Negatif Terorganisir di TikTok
Kejari Tanjung Perak juga menemukan adanya kampanye negatif secara masif di TikTok yang diduga sengaja dibuat dan dioperasikan secara terorganisir.
”Lebih dari 20 akun diduga baru dan tidak aktif pada konten lain. Konten yang diunggah hanya berfokus pada penyerangan terhadap Kejari Tanjung Perak. Pola penyebaran dilakukan serentak dan terkoordinasi, ini jelas bukan kebetulan,” ungkap Kasi intel Kejari Tanjung perak.
Indikasi Kuat Corruption Fight Back
Kejari Tanjung Perak menduga kuat pola serangan ini merupakan upaya sistematis “Corruption Fight Back” atau serangan balik dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh kinerja Kejari dalam penanganan perkara-perkara tindak pidana korupsi skala besar (mega korupsi) yang saat ini tengah disidik oleh Seksi Tindak Pidana Khusus.
Serangan balik, sebagaimana diwanti-wanti Jaksa Agung RI, bertujuan melemahkan pemberantasan korupsi, antara lain dengan pengalihan isu, pemanfaatan media untuk narasi negatif, dan character assassination terhadap pejabat serta institusi penegak hukum.
”Modus serangan terhadap Seksi Pidana Umum dengan isu perkara narkotika yang sudah inkracht ini diduga merupakan strategi untuk melemahkan kredibilitas institusi secara keseluruhan, agar berdampak pada penanganan perkara korupsi yang sedang berproses,” tegas Iswara kasi intel Kejari Tanjung Perak.
Komitmen Kejari Tanjung Perak
Kejaksaan Negeri Tanjung Perak menyatakan komitmennya untuk terus menjalankan tugas secara profesional, transparan, dan akuntabel. Institusi ini menegaskan tidak akan surut menghadapi berbagai bentuk intimidasi dan serangan balik. Pemberantasan tindak pidana korupsi akan terus menjadi prioritas utama.

