SIDOARJO- Pertumbuhan industri setiap tahun makin menurun terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja yang kian sedikit. Dengan jumlah investasi yang masuk tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut menjadi persoalan terhadap kondisi kesejahteraan SDM Indonesia.
Ketua Umum Ganjaran Buruh Berjuang (GBB) Lukman Hakim mencermati hal tersebut sebagai sebuah persoalan yang harus dicarikan solusi melalui konsep yang mengatur semua hubungan pelaku antarindustri.
“Forum Musyawarah Hubungan Industrial (FMHI) Jawa Timur yang diadakan di Sidoarjo mengawali kehadiran kami di Jatim dengan melibatkan Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jawa Timur,” ujar Lukman dalam Forum Musyawarah Hubungan Industrial Jawa Timur di Aston Hotel, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (15/4).
GBB berkolaborasi dengan SPN yang mendorong kesejahteraan buruh dalam menggagas konsep pembuatan Komisi Nasional Hubungan Industrial.
“Komisi Nasional Hubungan Industrial yang kami gagas, saat ini kami sedang bermitra dengan SPN dan beberapa serikat pekerja yang lain,” ujarnya.
Selain itu, GBB berkolabirasi APINDO dalam memperkuat posisi hubungan industrial kedepannya.
“Untuk sementara ini kami bersinergi dengan melibatkan SPN dan APINDO sebagai pembicara pada setiap forum musyawarah yang kami laksanakan. Kemudian, kerja sama lanjutan kami akan bahas lebih detail dengan DPN APINDO, kami ingin membuat kolaborasi yang lebih konkret dalam rangka menguatkan industri nasional dan penguatan kesejahteraan buruh,” tambahnya.
Menurut Lukman, APINDO merespons positif gagasan tersebut. Serta telah merencanakan gagasan tersebut akan dideklarasikan secara masif.
“Tentu saja kami ingin memaparkan ide tersebut dari grassroot dan lebih masif lagi. Kemudian, nanti kami akan canangkan secara resmi pada 28 Mei 2023 di Tennis Indoor Senayan Jakarta. Kemudian, kami akan membuat kajian akademis untuk mendukung pembentukan Komisi Nasional Hubungan Industrial tersebut,” ujarnya.
Dalam momen tersebut Lukman mengajak SPN dan serikat pekerja lainnya untuk membangun solusi lima tahun ke depan tentang ketenagakerjaan yang akan dibawa kepada Ganjar Pranowo sebagai pertimbangan dan masukan program pembangunan untuk digaungkan dalam visi pencalonannya sebagai Presoden RI 2024.
“Pada momen Musyawarah Akbar Buruh Indonesia tersebut sekaligus kami akan memperkenalkan sosok Ganjar Pranowo sebagai Presiden Buruh Indonesia,” tegasnya.
Lukman berharap hal tersebut akan memberikan dampak yang dapat memberikan solusi atas kebuntuan dari konflik hubungan industrial selama ini.
“Kami ingin konsep hubungan industrial Pancasila mendapatkan satu tempat yang baik dari sisi regulasi maupun implementasi di masa depan. Sehingga konflik tersebut bisa diantisipasi untuk mencapai kesejahteraan bersama,” jelas Lukman.
Urgensi Digagasnya Komisi Nasional Hubungan Industrial
Di sisi lain, Ketua Umum DPP SPN Joko Heriyono mengungkapkan ada dua nilai penting dari Forum Musyawarah Hubungan Industrial tersebut, yakni penguatan industri nasional dan kesejahteraan buruh.
Namun, selama ini implementasinya, menurut Joko dirasa belum optimal akibat dari revolusi industri yang terus berjalan. Sementara, regulasinya tidak diselaraskan sesuai dengan semestinya.
“Ada kesan tercabutnya akar pekerja dari kedudukannya sebagai pekerja tetap, menjadi pekerja tidak tetap. Itu seakan-akan hubungan industrial itu dianggap tidak ada lagi. Seharusnya, itu tetap berlaku walaupun daru sisi kontrak regulasi yang mengatur ketenagakerjaan itu kontrak, waktu tertentu dan lain sebagaunya, tetap itu namanya hubungan industrial,” ungkap Joko.
Untuk itu, ide dalam menggagas Komisi Nasional Hubungan Industrial dirasa merupakan langkah yang tepat dalam penyelsaian persoalan di kalangan pekerja maupun pengusaha, dalam hal tersebut sebagai pemberi kerja.
“Ide Komisi Nasional Hubungan Industrial ini kami coba mengisi satu ruangan yang kosong. Law enforcement itu supremasinya samar, di ketenagakerjaan di bawah hubungan industrial itu ada dua undang-undang. Pertama, UU No. 3 Tahun 1951 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan. Satulagi yang KUHP, disitu ada penyidiknya juga,” jelasnya.
Sebab Joko menilai, kerap muncul persoalan tentang ketenagakerjaan muncul perdebatan dan kebingungan dari para pekerja terkait aturan mana yang seharusnya diimplementasikan.
“Sebetulnya ini objek mana supremasinya, apakah KUHP atau Kemenaker? Nah, akhirnya keduanya lost sehingga 70 persen pelanggaran terjadi perdebatan antara tafsir normatif, represif, kooperatif atau pembinaan. Itu mengapa perlu dibentuk komisioner untuk membuat rekomendasi dalam menafsirkan hukum tersebut, yang mandatori dan bukan,” tambahnya.
Sepakat dengan Joko, Pengurus DPP APINDO Jawa Timur Bidang Perundang Undangan & Advokasi, Ngadi mengungkapkan apresiasinya terhadap gagasan Komisi Nasional Hubungan Industrial.
Hal tersebut dilakukan, lanjutnya, untuk menjalin komunikasi antara serikat pekerja dan pengusaha yang selama ini berjalan masing-masing yang membuat dirasa kurang efektif dan kerap terjadi masalah, terutama dalam hal komunikasi.
“Saya melihat apa yang disampaikan oleh SPN (dan GBB) terkait dengan gagasan Komisi Nasional Hubungan Industrial, saya sangat tertarik. Karena selama ini saya menggaungkan bagaimana adanya satu wadah komunikasi antara serikat pekerja dan pengusaha yang selama ini berjalan sendiri-sendiri. Maka, wadah tersebut dirasa tepat dan mengapresiasi supaya bisa terwujud,” pungkasnya.(*)