Namlea, Seputarindonesia.net – Kejanggalan menyelimuti penangkapan empat unit truk di Pelabuhan Penyebrangan Namlea-Galala, Kabupaten Buru, Maluku. Polres Pulau Buru mengamankan truk-truk tersebut selama tiga hari, namun informasi penangkapan terkesan disembunyikan dari publik. Aipda Djamaluddin, Paur Humas Polres Buru, tidak merespon konfirmasi wartawan melalui WhatsApp terkait kasus ini pada Selasa (4/2/2025).
Informasi yang berhasil dihimpun dari salah satu sopir truk yang ditahan, AS, mengungkapkan bahwa penahanan dimulai Minggu pagi (2/2/2025). Saat itu, truk yang dikemudikannya, yang bermuatan kapur dalam karung 15 kg, dihentikan di pintu keluar pelabuhan setelah menyeberang dari Galala menuju Namlea. Petugas Polres Buru menemukan kapur di dalam truk dan langsung menyita kendaraan beserta barang bukti tersebut.
AS menjelaskan bahwa terdapat dua truk yang mengangkut kapur, masing-masing sekitar 700 karung. Ia mengaku tidak mengetahui isi dari dua truk lainnya. Kapur tersebut, menurut AS, milik seorang pengusaha di Ambon, berinisial Hj. A. Ia diupah Rp 5.000.000 untuk mengantar kapur ke Namlea, termasuk biaya penyebrangan pulang pergi Ambon-Namlea. Setelah dikurangi biaya, AS hanya menerima sekitar Rp 1.000.000.
Selama tiga hari ditahan, AS dan tiga sopir lainnya hidup tanpa kepastian hukum. Mereka mengaku kesulitan makan dan hanya mengandalkan bantuan dari sesama sopir. AS hanya memiliki uang Rp 100.000 untuk bertahan hidup di Namlea.
Sumber terpercaya menyebutkan bahwa selain dua truk yang bermuatan kapur, dua truk lainnya diduga mengangkut karbon, bahan yang digunakan untuk penambangan emas. Kejanggalan muncul karena Polres Buru terkesan melakukan penegakan hukum secara pilih kasih. Banyak warga yang memproduksi kapur tanpa izin di Desa Waelo dan Desa Debowae, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, namun dibiarkan tanpa proses hukum. Padahal, kapur sendiri memiliki banyak kegunaan, seperti pupuk, bahan bangunan, dan bukan termasuk bahan kimia berbahaya.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari Polres Buru terkait penahanan empat truk tersebut. Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan keadilan dalam penegakan hukum di Kabupaten Buru.