SURABAYA, SEPUTARINDONESIA.NET – Polemik lahan di Perumahan Gunung Sari Indah (PGSI) Surabaya kembali memanas. Salim Bachmid, yang sebelumnya menuduh Perumahan Alana Regency Gunung Sari Indah (PAR GSI) tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), tiba-tiba mengalihkan pembicaraan ke soal lahan fasilitas umum (fasum) jalan akses PGSI. Ia bahkan mengancam akan menutup akses jalan tersebut.
Awalnya, Salim lantang menyuarakan tuduhannya terhadap PAR GSI terkait IMB, analisis dampak lingkungan (Amdal), dan analisis drainase. Namun, Direktur PT Tumerus Jaya Propertindo (Alana Group), Ferdy Wijaya, berhasil menunjukkan seluruh dokumen perizinan PAR GSI. Hal ini membuat Salim beralih fokus ke masalah akses jalan utama PGSI.
Salim Bachmid bersikukuh bahwa lahan jalan tersebut adalah milik pribadinya, dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 2947. Ia pun berencana memasang panel beton untuk menutup akses jalan tersebut. Hari Santoso, penasihat hukum Salim, mendukung rencana tersebut. “Rencana memang karena ini milik pribadi, cepat atau lambat pasti kita pasang ya. Nanti kita pasang terkait panel beton dulu,” ujar Hari Santoso.
Namun, rencana ini mendapat kecaman keras dari warga PGSI. Daniel Firman, Ketua RT 05 RW 06 PGSI, menyatakan bahwa klaim Salim Bachmid tidak benar dan tidak didukung warga. Warga juga menyanggah pernyataan Salim yang seolah-olah mewakili mereka. “Tetapi tadi pak Salim Bachmid bahwasannya dia memanggil atau mengatasnamakan warga, bahwasannya dia didukung oleh warga, nah itu kami tidak terima,” tegas Daniel.
Daniel juga menjelaskan bahwa PT Agra Paripurna, pengembang PGSI, belum menyerahkan fasum (Prasarana Sarana Utilitas Umum/PSU) ke Pemkot Surabaya. Proses penyerahan PSU saat ini sudah mencapai 85% dan dilakukan oleh warga PGSI. “Sehingga apa yang sudah existing saat ini, yang sudah ada, baik itu jalan, saluran, seyogyanya itu sudah miliknya warga atau digunakan untuk kepentingan umum,” tambahnya. Daniel menekankan bahwa rencana penutupan jalan tersebut tidak dapat diterima.
Polemik ini kini menjadi sorotan warga dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitas lahan dan tanggung jawab pengembang dalam menyediakan fasum bagi masyarakat. Perkembangan selanjutnya dari kasus ini akan terus dipantau.