SURABAYA, SEPITARINDONESIA.NET – Kejadian tragis menimpa Steven, siswa SMP Katolik Angelus Custos Surabaya, yang meninggal dunia akibat tersengat listrik di rooftop SMA Katolik Frateran Surabaya pada 28 Maret 2025 lalu. Insiden yang terekam CCTV ini telah menyita perhatian publik, terutama keluarga korban. Pihak sekolah, melalui kuasa hukumnya, menyatakan kejadian tersebut sebagai sebuah musibah.
Rekaman CCTV memperlihatkan Steven, saat hari libur Nyepi, memasuki area SMA Katolik Frateran melalui pintu belakang asrama. Bersama teman-temannya, ia menuju rooftop lantai empat. Dalam upaya melewati pagar gazebo, Steven diduga terpeleset dan memegang pagar samping yang basah akibat hujan. Naas, kakinya menginjak kabel listrik AC dan tergenang air, menyebabkannya tersengat listrik. Tangannya yang memegang besi diduga memperparah kondisi.

Tjandra Sridjaja, kuasa hukum Yayasan Mardi Wiyata yang menaungi kedua sekolah tersebut, menjelaskan bahwa sebelumnya pihak sekolah telah menyediakan fasilitas laboratorium untuk kegiatan kerja kelompok Steven dan teman-temannya. Namun, ruangan tersebut tidak digunakan sejak tanggal 25 hingga 27 Maret. Pada tanggal 28 Maret, karena sekolah dalam kondisi tertutup, Steven dan teman-temannya masuk melalui pintu belakang.
Berdasarkan rekaman CCTV dan keterangan yang ada, Tjandra menegaskan bahwa kejadian ini murni kecelakaan dan bukan tindak pidana. Siswa SMP tidak diperkenankan menggunakan fasilitas SMA tanpa izin resmi dan pendampingan guru.
“Pada tanggal 25 sampai 27 Maret laboratorium sudah disediakan, namun tidak digunakan. Tanggal 28 Maret libur Nyepi, sekolah ditutup. Steven berusaha meloncat pagar, terpeleset, dan tanpa sengaja menginjak kabel listrik yang terkelupas dan basah,” ujar Tjandra.
Teman-temannya awalnya mengira Steven sedang bermain-main, namun setelah ia jatuh dan tak sadarkan diri, mereka panik dan mencari pertolongan. Steven dilarikan ke Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan, namun nyawanya tak tertolong. Pihak rumah sakit menawarkan autopsi, namun ditolak keluarga korban karena alasan kepercayaan.
Tjandra menyatakan kejadian ini sebagai kecelakaan murni, bukan tindak pidana. Ia menekankan bahwa siswa SMP dilarang keras memasuki fasilitas SMA tanpa izin dan pengawasan guru.
“Keteledoran dan akses yang mudah ke area berbahaya menjadi faktor utama tragedi ini,Laboratorium tersedia, namun tidak digunakan. Sekolah ditutup, namun mereka tetap masuk. Semua ini berujung pada kematian tragis Steven.” tegas Tjandra.
Kejadian ini menjadi duka mendalam bagi keluarga Steven dan juga menjadi pembelajaran penting terkait keselamatan dan pengawasan di lingkungan sekolah.