Seputarindonesia.net, SURABAYA-
Sepanjang Tahun 2021 terjadi 29.784 kasus tindak pidana di Jatim, itu sesuai data dari Bareskrim Polri. Jumlah itu adalah terbesar kedua setelah Sumatera Utara. Untuk itu, Kanwil Kemenkumham Jatim mendorong penerapan Restorative Justice (RJ) agar fenomena ini tidak berdampak dan membebani kondisi lapas/ rutan/ LPKA jajarannya.
Hal itu dibahas dalam rakor membahas pengendalian tingkat kriminalitas nasional khususnya di Jatim hari ini (22/4). Kegiatan yang digelar di Ruang Rupatama Mapolda Jatim itu diikuti berbagai aparat penegak hukum. Dari Kanwil Kemenkumham Jatim diwakili Kadiv Pemasyarakatan Teguh Wibowo dan Kalapas Surabaya Jalu Yuswa Panjang.
Usai kegiatan Teguh menjelaskan bahwa lapas/ rutan/ LPKA sebagai ‘terminal’ terakhir dalam sistem peradilan pidana punya kepentingan dalam kebijakan penegakan hukum. Karena, sistem pemidanaan dengan hukuman badan hanya akan menambah sesak lapas/ rutan/ LPKA yang ada. Apalagi, lanjut Teguh, Jawa Timur memiliki tingkat kasus tertinggi kedua di Indonesia. “Saat ini, sebanyak 39 lapas/ rutan di Jatim telah dihuni 28.103 warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau overkapasitas 109%,” ujar Teguh.
Agar tingkat overkapasitas terkendali, pihak Kanwil Kemenkumham Jatim mendorong aparat penegak hukum lain untuk mulai menggalakkan penegakan keadilan restoratif (Restorative Justice). Pihaknya, tutur Teguh, juga tidak akan tinggal diam. “Kami akan mengoptimalkan peran Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang selama ini punye peran penting dalam mempengaruhi keputusan hakim,” terangnya.
Teguh menjelaskan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan (PK) yang ada di Bapas berperan penting dalam proses peradilan. Karena PK memiliki dokumen pendukung berupa penilitian kemasyarakatan (litmas). Nah, litmas inilah yang bisa dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan. “Untuk itu, butuh kesepahaman antar aparat penegak hukum pentingnya penerapan keadilan restoratif,” tegasnya.
Melalui keadilan retoratif, terang Teguh, pihaknya akan fokus mencarikan solusi pemulihan yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Baik korban, pelaku hingga masyarakat. Pria asal Jakarta ini menjelaskan bahwa penerapan keadilan restoratif bukan hal baru di jajaran pemasyarakatan. Melalui UU Nomor 11/ 2012, Bapas telah berperan besar dalam menerapkan keadilan restoratif bagi pelaku Anak. “Kami yakin keadilan restoratif tidak hanya untuk pelaku Anak, namun juga bisa diterapkan untuk pelaku dewasa,” jelasnya.(*)