SURABAYA-PT. Cahaya Fajar Kaltim (CFK), Perusahaan Kelistrikan yang beroperasi di wilayah Samarinda, Balikpapan, Tenggarong, dan Bontang, diajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT Cahaya Energi Semeru Sentosa (CESS). Permohonan ini disampaikan setelah dua permohonan PKPU sebelumnya dicabut.
Dalam sidang di pengadilan Niaga Surabaya, Ahli dari termohon PT. CFK, Prof Hadi Subhan dari Unair Surabaya dalam pendapatnya mengatakan bahwa tujuan dari PKPU adalah restrukturisasi.
Lanjut Ahli, Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) dalam PKPU berlaku mengikat bagi semua Kreditor tanpa terkecuali, baik bagi Kreditor yang mendaftarkan tagihannya ataupun tidak, maupun terhadap tagihan yang diakui ataupun dibantah. Apabila Kreditor tersebut lalai tidak mendaftarkan tagihannya, maka ia dapat mengajukan gugatan perdata umum dan tidak dibenarkan mengajukan Permohonan PKPU kembali.
Usai sidang Johanes Dipa selaku kuasa hukum dari PT Cahaya Fajar Kaltim (CFK), mengatakan, Termohon PKPU selaku Debitor yang sedang dalam proses melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi tidak dapat diajukan Permohonan PKPU Kembali atau ulang, baik karena utang lama maupun utang yang baru, Kreditor yang merasa memiliki piutang yang baru terhadap Debitor hanya bisa mengajukan Gugatan Perdata biasa,” ucap Johanes mengutip pendapat Ahli Prof Hadi Subhan.
Ahli juga menyampaikan, utang atau perikatan yang timbul sebelum adanya Putusan Homologasi menjadi “diputihkan”, sehingga yang menjadi acuan adalah apa yang tertuang di dalam perjanjian perdamaian yang telah disahkan (homologasi) tersebut.
Tagihan Pemohon PT. CESS yang telah ditetapkan dibantah berdasarkan Penetapan Hakim Pengawas secara hukum sebenarnya dianggap tidak ada dan tidak terbukti ada, sehingga tidak dapat dianggap sebagai tagihan yang belum ditagihkan / terdaftar / tidak terverifikasi dan juga tidak dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan PKPU Kembali terhadap Debitor.
Disamping itu, Ahli menjelaskan, Penetapan Hakim Pengawas terkait jumlah tagihan tersebut bersifat final dan mengikat, yang harus ditaati, sebagaimana prinsip Res Judicata Pro Veritate Habetur.
“Pemohon PKPU beritikad jahat dan hanya ingin mengganggu Termohon PKPU dalam rangka melaksanakan isi perjanjian perdamaian, terbukti PT. CESS telah mengajukan Permohonan PKPU sebanyak 3 kali diikuti dengan pencabutan permohonan menjelang putusan. Selain itu PT. CESS dengan sengaja menutup rekeningnya pada saat debitor hendak melaksanakan pembayaran ketiga, anehnya sekarang malah mangajukan Permohonan PKPU kembali dengan dasar tagihan yang telah ditetapkan dibantah bersarkan Penetapan Hakim Pengawas dalam perkara PKPU No.52/Pdt.Sus-PKPU / 2023 / PN Niaga Sby.
“Pemohon PKPU dalam Perkara PKPU 52 telah menyetujui rencana perdamaian, namun anehnya malah mengajukan kasasi dengan dasar tagihan yang telah ditetapkan dibantah berdasarkan penetapan Hawas Dan Mahkamah Agung telah memutus menolak permohonan Kasasi yang diajukan oleh Pemohon PKPU, bahkan di dalam Putusan Kasasi tersebut ditegaskan PT. CESS dan PT. CNEC (Kreditor Lain dalam perkara a quo) sebagai Kreditor PT. CFK dihukum untuk tunduk pada perjanjian perdamaian yang telah disahkan (homologasi)”.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa PT. CESS sekarang terkesan malah Memaksakan Mengajukan Permohonan PKPU Kembali Dengan Dasar yang sama yaitu tagihan yang telah ditetapkan dibantah oleh Hakim Pengawas,” tandas Johanes.
“Kami percaya Majelis Hakim dalam perkara ini dapat mempertimbangkan secara adil, bijak, dan sesuai dengan hukum yang berlaku”, Sambung Johanes,
Namun apabila Permohonan PKPU yang tidak berdasar ini dikabulkan, maka inilah yang disebut dengan dunia hitam kepailitan. (hfn/irm)