SURABAYA-Nama Iwan Sunito dikenal sebagai sosok pengusaha sukses di bidang property di luar negeri, terutama karena kiprahnya lewat Crown Group di Australia. Lewat berbagai forum eksklusif di Indonesia, ia kini kembali hadir dengan narasi kesuksesan baru melalui perusahaan terbarunya, One Global Capital.
Melalui roadshow bertajuk Invest Like a Billionaire yang digelar di berbagai kota besar di Indonesia, Iwan menawarkan peluang investasi properti di Sydney, Australia, yang diklaim menjanjikan keuntungan tinggi. Namun, di balik gemerlap kampanye ini, ada cerita lain yang jarang tersorot publik.
Pada 26 Maret 2025, Mahkamah Agung New South Wales memerintahkan likuidasi terhadap CII Group Pty Ltd, perusahaan milik Iwan Sunito. Dampaknya, Iwan kehilangan kendali atas Crown Group Holdings Pty Ltd, perusahaan properti yang sebelumnya menjadi tonggak kesuksesannya.
Berdasarkan laporan firma hukum Johnson Winter Slattery, proses likuidasi ini dipicu oleh utang yang belum dibayar, dengan jumlah mencapai jutaan dolar. Dokumen aset yang diajukan pihak Iwan pun dianggap tidak layak, karena hanya berupa lembar spreadsheet sederhana tanpa bukti kuat.
Sejumlah kreditur besar seperti Dunmore Lang College dan perusahaan investasi PAG dari Hong Kong turut terdampak. Hal ini memicu likuidasi sementara terhadap Crown Group dan menciptakan kerugian besar bagi para pemangku kepentingan.
Tak lama setelah kehilangan Crown Group, Iwan membentuk One Global Capital. Perusahaan ini kini memasarkan proyek One Global Gallery di Eastlakes, Sydney. Proyek tersebut diklaim memiliki tingkat hunian 90% dan nilai properti yang meningkat hingga 40% sejak dibeli.
Strategi pemasaran One Global Capital menyasar investor muda dan pemula di Indonesia. Narasi yang diangkat bertema “sukses miliarder properti,” lengkap dengan gaya hidup mewah dan kisah inspiratif.
Namun, sejumlah lembaga keuangan resmi seperti ASIC (Australian Securities and Investments Commission) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Indonesia mengingatkan masyarakat agar berhati-hati. Mereka menekankan bahwa skema investasi luar negeri seperti ini sering kali berisiko tinggi, apalagi jika menjanjikan keuntungan besar tanpa transparansi jelas.
Rista Zwestika, pengamat investasi, mengatakan banyak investasi luar negeri yang dimulai dengan promosi agresif, sering kali melibatkan tokoh publik untuk menambah kepercayaan.
“Praktik investasi internasional seperti ini sering kali menjadi jebakan bagi investor yang tergiur janji keuntungan besar,” ujarnya.
Menurut Rista, investor wajib melakukan due diligence sebelum menanamkan modal. Dalam proses likuidasi, katanya, kreditur memiliki hak terlebih dahulu atas hasil penjualan aset sebelum dana dibagikan ke investor baru.
“Keputusan investasi harus didasarkan pada data, transparansi, dan integritas, bukan sekadar janji manis,” tegas Rista.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa investasi properti di luar negeri tunduk pada hukum dan yurisdiksi negara asal. Kompleksitas ini harus dipahami dengan baik oleh calon investor.
Perjalanan Iwan Sunito menjadi pelajaran penting: reputasi dan keberhasilan masa lalu bukan jaminan keberlanjutan di masa depan. Dunia investasi, khususnya properti internasional, sangat dinamis dan penuh risiko.
Bagi investor pemula, langkah awal yang bijak adalah memahami potensi risiko dan berkonsultasi dengan penasihat keuangan atau hukum sebelum membuat keputusan. Dengan pendekatan hati-hati, investasi bisa menjadi sarana membangun masa depan yang lebih baik, tanpa harus menanggung risiko besar yang tak terukur. (irm)