SURABAYA,SEPUTARINDONESIA.NET – Gerakan “Coblos Kotak Kosong” di Surabaya semakin gencar menjelang Pilwali 2024. Salah satu alasan utama di balik gerakan ini adalah kekecewaan masyarakat terhadap janji-janji politik yang tak kunjung terpenuhi, khususnya terkait masalah “surat ijo”.
Sugiono, divisi logistik Gerakan Coblos Kotak Kosong, mengungkapkan bahwa selama ini masyarakat “surat ijo” diabaikan oleh pemerintah kota.
“Saat ini kita terus berjuang untuk rakyat Surabaya. Saya sebagai penghuni surat ijo, saya melawan pemerintahan Eri Cahyadi. Sebelum dilantik, dia sudah menjanjikan kita untuk penyelesaian surat izin. Kita sudah minta audiensi beberapa kali, dia ulang tahun kita kirimin bunga, kita tidak pernah dianggap,” ujar Sugiono.
Sugiono juga menyoroti kebijakan Eri Cahyadi yang mengajukan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) untuk “surat ijo”. Menurutnya, hal ini bukan solusi yang tepat.
“Sekarang dia mengajukan HGB di atas HPL. Sebagai seorang pemimpin, itu bukan penyelesaian. Ini bukan tanah pemerintah, ini tanah negara. Masyarakat berhak mendapatkan sertifikat hak milik, bukan HGB di atas HPL,” tegas Sugiono.
Sugiono juga menyoroti praktik KSH yang dikerahkan untuk mendukung eri cahyadi. Ia menegaskan bahwa masyarakat “surat ijo” akan terus berjuang di jalan yang benar.
“Di mana-mana KSH dikerahkan. Jangan harap bisa mengalahkan kita. Kita rakyat, kita ngerti. Kita selalu berjuang di jalan yang benar. Belum lagi permasalahan tentang kamu bayar yang sudah sekian puluh tahun dibiarkan. Kasihan orang-orang itu, mereka itu orang-orang kecil. Orang-orang ngerti, dijual pun enggak bisa. Padahal mereka mempunyai petok D, itu sudah siap untuk dijadikan SHM,” tambah Sugiono.
Diana Samar, humas Gerakan Coblos Kotak Kosong, menambahkan bahwa gerakan ini murni inisiatif rakyat dan tidak ada pembiayaan dari pihak manapun. Ia juga menegaskan bahwa gerakan ini bukan untuk mengganti Eri Cahyadi, tetapi untuk mendapatkan pemerintahan baru yang lebih memajukan Surabaya dan memperhatikan rakyat kecil.
“Masalah selesai atau tidak, itu adalah urusan kemudian hari. Tapi satu yang perlu disepakati, pemerintah kota hari ini tidak pernah melakukan goodwill terhadap surat ijo. Surat ijo selama ini hanya dijadikan janji manis kampanye. Oleh karena itu, rakyat Surabaya menggugat, khususnya surat ijo. Di mana praktek-praktek dari politik kerakyatan yang selama ini sering didengungkan oleh partai-partai, hari ini tidak berujung. Hari ini, para partai mendukung pertahanan yang jelas-jelas tidak sepakat dengan jalannya partai. Ingat, Surabaya bukan milik para partai, Surabaya berarti rakyat Surabaya. Belum sejahtera omong kosong dengan APBD 12T kalau tidak bisa menjawab Surabaya kembali ke permasalahan surat ijo. Satu pedomannya, Pak Eri dan para jajarannya, meskipun konstitusi sekalipun boleh dilanggar apabila itu untuk kepentingan rakyat. Tidak ada satu negarapun yang bisa mendeklarasikan kerugian apabila itu untuk kepentingan rakyat,” tegas Diana.
Diana juga menghimbau kepada masyarakat untuk tidak mendaftarkan HGB di atas HPL.
Gerakan “Coblos Kotak Kosong” ini menunjukkan kekecewaan masyarakat terhadap janji-janji politik yang tak kunjung terpenuhi. Mereka berharap dengan memilih kotak kosong, partai politik akan lebih peka terhadap aspirasi masyarakat dan menghadirkan calon pemimpin yang lebih pro rakyat.