Namlea,Seputarindonesia.net – Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, menginstruksikan Kapolda Maluku bersama Polres Pulau Buru untuk melakukan penertiban tambang emas ilegal di kawasan Gunung Botak, Desa Dava, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru. Penertiban tersebut mengacu pada Surat Gubernur Maluku Nomor 500.10.2.3/1052 tanggal 19 Juni 2025, yang menekankan pengosongan wilayah pertambangan emas di lokasi tersebut.
Dalam himbauan resmi itu, dijelaskan bahwa penyisiran akan dilakukan mulai 28 Juli 2025 hingga waktu yang belum ditentukan. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran mendalam dari masyarakat lokal yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas tambang tersebut.
Salah satu warga, Fandi Nacikit, melalui pesan WhatsApp pada Minggu (27/7), menyuarakan keresahannya. Ia menilai kebijakan Gubernur Maluku lebih berpihak pada kepentingan pemodal dibanding kesejahteraan masyarakat kecil.
“Mungkin inikah program pertama Gubernur Maluku kepada masyarakat Buru? Bukan program pembangunan, bukan soal lapangan pekerjaan, pendidikan, atau kesehatan. Tetapi justru pengosongan tempat masyarakat mencari nafkah,” ujar Fandi.
Menurut Fandi, Gunung Botak selama ini menjadi tumpuan hidup ribuan warga yang tidak memiliki pekerjaan formal. Ia menyebut bahwa banyak warga berasal dari daerah Batabual dan Rana yang kesulitan akses jalan, dan lebih dari 24 ribu orang bahkan harus merantau keluar Pulau Buru karena minimnya lapangan pekerjaan di daerah mereka.
“Kalau hari ini pemerintah mengosongkan Gunung Botak, lalu ribuan masyarakat yang bekerja di sana akan dibawa ke mana? Apakah pemerintah sudah menyediakan lapangan kerja yang layak?” tegasnya.
Fandi juga menyoroti minimnya suara dari tokoh-tokoh lokal dan pihak berwenang yang membela kepentingan masyarakat. Ia menilai Gubernur tidak hadir menyelesaikan akar masalah lahan, melainkan menyerahkannya kepada aparat keamanan untuk melakukan penertiban.
“Hari ini engkau membuat ribuan masyarakat Buru kehilangan pekerjaan. Anak-anak mereka bisa putus kuliah dan sekolah. Negara seolah lepas tangan dan menyerahkan semuanya kepada kepolisian,” pungkas Fandi.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemprov Maluku terkait dampak sosial-ekonomi dari penertiban tambang tersebut. Masyarakat menunggu jawaban atas nasib mereka setelah aktivitas penambangan yang menjadi sandaran hidup hendak dihentikan.