SURABAYA,SEPUTARINDONESIA.NET – Sebuah video yang viral di media sosial memperlihatkan aksi intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengusaha dan pengacara asal Surabaya, Ivan, terhadap seorang pelajar berinisial E-V (15 tahun), siswa SMK Dua Gloria Surabaya. Peristiwa ini terjadi pada Senin, 21 Oktober 2024, di depan pagar sekolah, disaksikan langsung oleh orang tua korban dan petugas keamanan sekolah.
Dalam video berdurasi 1 menit 4 detik tersebut, Ivan, tanpa penjelasan yang jelas, datang bersama sejumlah pria berbadan kekar dan memaksa E-V untuk sujud dan menyalak seperti anjing sembari meminta maaf.
Menurut pengakuan orang tua korban, Ira Maria dan Wardantato, E-V dituduh oleh Ivan telah menghina anaknya, E-X, siswa SMA Cita Hati Surabaya. Tuduhan tersebut tidak dilandasi bukti apapun. Bahkan, E-V mengaku telah meminta maaf secara pribadi kepada E-X sebelum peristiwa intimidasi terjadi.
“Anak saya dituduh menghina anak pelaku, padahal tidak ada bukti. Sebelum kejadian, anak saya sudah minta maaf kepada anak pelaku, tapi malah dibalas dengan tindakan yang sangat keji,” ujar Ira Maria dengan suara bergetar menahan tangis.
Ivan juga memaksa keluarga korban untuk melakukan pertemuan dengan dalih perjanjian damai. Namun, dalam perjanjian tersebut, keluarga korban hanya disuruh menandatangani kesepakatan bermaterai tanpa mengetahui isi substansi dan salinan perjanjian.
“Kami merasa tertekan dan trauma setelah kejadian ini. Kami masih belum berani melapor ke polisi,” ungkap Wardantato.
Sementara itu, pihak sekolah SMK Dua Gloria Surabaya terkesan bungkam. Saat dikonfirmasi, kepala sekolah justru menghindar dan mengaku tidak mengetahui peristiwa tersebut. Ironisnya, dalam kasus ini, E-V justru mendapatkan skorsing tiga hari dan surat peringatan pertama dari pihak sekolah.
Aksi intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh Ivan ini telah memicu kemarahan publik. Netizen mengecam tindakan Ivan dan mendesak pihak berwajib untuk segera menindaklanjuti kasus ini.
“Ini bukan hanya soal perselisihan antar pelajar, tapi sudah masuk kategori kekerasan dan intimidasi. Pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya,” tulis akun @Mdy_Asmara1701 di Twitter.
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan betapa mudahnya kekerasan terjadi di lingkungan sekolah. Pihak sekolah dan orang tua seharusnya menjadi pelindung bagi anak, bukan malah menjadi pelaku atau pembiar kekerasan. Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait kasus ini.