SURABAYA – Anas Marsis merasa dikudeta dari jabatan Ketua P3RS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun) Apartemen Puri Mas, Surabaya.
Kepada media ini, Anas Marsis bercerita jika waktu itu dirinya dipaksa keluar dari kantor oleh sekelompok orang ketika akan menerbitkan SK (surat keputusan) panitia seleksi Ketua P3RS baru. Anas yang tidak terima melaporkan permasalahan itu ke Polrestabes Surabaya.
Anas mengemban jabatan itu sejak 28 Juli 2019. Menurut dia, pengurus P3RS dipilih dalam rapat umum luar biasa (RULB) yang diadakan pengembang dengan warga apartemen. “P3RS bertanggung jawab dalam pengelolaan. Baru akan ada kalau semua unit sudah terjual,” ujarnya.
Menurut aturan, masa jabatan itu berlaku selama tiga tahun. Anas juga diharuskan memfasilitasi pemilihan pengurus P3RS baru tiga bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
“April itu sudah saya siapkan semua,” katanya. Dia membuat pengumuman di sekitar apartemen. Misalnya, memasang spanduk dan pamflet di bilboard. “Intinya mengingatkan warga dalam waktu dekat ada pemilihan Ketua P3RS baru,” imbuh dia, Rabu (25/1/2023).
Anas memaparkan, pemilihan Ketua P3RS diawali dengan pembentukan panitia seleksi (pansel). Prosesnya diserahkan dalam musyawarah warga. “Pengurus P3RS tidak boleh ikut campur. Hanya bisa memfasilitasi saja,” jelasnya.
Ia saat itu seharusnya menerbitkan SK pembentukan pansel pada 9 April. Namun, dua hari sebelumnya terjadi kudeta.
Anas menyebut massa yang jumlahnya ratusan datang ke kantor P3RS di lingkungan apartemen. Mereka memintanya keluar dari kantor secara paksa. “Saya tidak mau melawan,” ucapnya.
Alasannya, sebagai pengurus dia wajib mengayomi warga. Sementara, massa yang datang diklaim diperintah Magdalena, salah seorang warga.
Menurut Anas, Magdalena belakangan menjadi Ketua P3RS. Dia merasa perlu menempuh jalur hukum untuk menghentikan kepemimpinannya yang disebut tidak baik.
“Dasarnya banyak warga yang mengeluh,” ujarnya. Dugaan pidana yang dilaporkan terkait Pasal 170 KUHP. Yakni, kekerasan terhadap orang atau barang.(*/red)